Sabtu, 05 Juli 2008

KACIAN DECH LOE...MAFTUH BASUNI

akan dimuat Surya, 20 Januari 2007

Kesemrawutan dan kekisruhan yang terjadi pada jamaah haji Indonesia ketika berada di Arafah kemarin itu membawa berita segar untuk sebagaian politisi “kura-kura” di negeri ini. Mereka berharap cemas, agar masyarkat ikut mengecam panitia pelaksana (Baca; Menteri Agama) karena ketidakbecusannya mengurusi tamu-tamu Allah.

Bahkan, penguasa nomor dua negeri ini juga sempat mengeluarkan statement yang sangat menyejukkan telinga politisi kura, “Panitia tidak becus dan bodoh” statement itu membangunkan politisi kura yang lain, mereka berlomba berkoar “Memprovok” agar masyarakat yang saudaranya atau bahkan yang berangkat haji marah dan melakukan class action pada Menteri Agama, yang berujung supaya dicopot jadi Menteri.

Adalah Maftuh Basyuni, Ketua Panitia Pelaksana yang seorang Menteri Agama itu merasa gerah juga dengan berbagai manuver “teman” politiknya “ Saya siap buka-bukaan masalah ini”, tantang pak Menteri.

Belum Dapat Menjadi Uswah yang Hasanah

IKHLAS, DIMANAKAH ENGKAU KINI ?MAFTUH BASYUNI, CUCIAN DECH LO....!Ilustrasi dia atas (menurut penulis) cermin atas kegagalan komunikasi petinggi di negeri ini, Maftuh itu siapa? Dia hanya pembantu Juragan Kalla. Seyogyanya sang juragan arif menghadapi pembantu yang salah, misal pembantu tidak sigap menghadapi tamu, maka juragan tidak boleh memarahi pembantu di depan tamu.

Text Box: mereka itu orang-orang suci yang ketika niatan berangkatnya saja harus semata mata karena Allah, maka ketika betul-betul menjadi tamu Allah, haruslah yakin dan haqqul yaqin bahwa  segala peristiwa yang dihadapi ketika melaksanakan haji termasuk yang diributkan oleh politisi “kura” di negeri ini semata-mata atas ujian bagi orang-orang beriman yang sedang melaksanakan  haji. (Refleksi Awal Tahun 1428 H)IKHLAS, DIMANAKAH ENGKAU KINI ?Kalau memang pembantu bekerja tidak profesional ganti dan pecat saja ndak usah mempublikasikan kepada para tetangga, juragan punya hak veto untuk itu, dan yang harus diingat adalah Menteri hanya mewakili (wakil) presiden, semestinya yang bertanggung jawab penuh kepada masyarakat ya (wakil) presiden, IKHLAS, DIMANAKAH ENGKAU KINI ?(Refleksi Awal Tahun 1428 H)tidak malah ikut-ikutan menyalahkan serta mengkambinghitamkan menteri.

IKHLAS..., DIMANAKAH ENGKAU KINI ?(Intropeksi Awal Tahun 1428 H)Kenapa beraninya hanya marah pada menteri yang nangani haji tahun ini. Kenapa koq adem ayem saja melihat tragedy Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Tenggelamnya KM.Senopati, Hilangnya pesawat Adam Air yang hingga kini belum tahu rimbanya, banyak Kereta Api Ngguling, pesawat yang katanya layak terbang ternyata “bobrok”, rakyat yang kelaparan semakin banyak karena tidak mampu membeli, masalah-masalah social yang muncul semakin liar tak terkendali, menterinya kok ndak ada yang kena damprat?

Malah “membanggakan” teman karibnya yang bikin para kyai memutar tasbihnya untuk berdzikir “Subhanallah” anggota dewan pusat berzina”Mukhson” yang konon zina muhson itu dapat membuat manusia tidak diterima ibadahnya selama delapanpuluh tahun, na’udzubillahimindzalik.

Apalagi adegan zinanya itu dapat dinikmati orang se antero bumi, dan yang bikin geleng-geleng kepala lagi pelakunya tidak merasa berdosa, lagi-lagi “MasyaAllah”, begitu koq mau dijagokan jadi Menteri Agama.

Alhamdulillah Allah telah membuka tabiat dan watak sesungguhnya satu demi satu pemimpin negeri ini. Presiden dan wakilnya belum lama ini juga berbeda pandangan soal sistem pemilu, sehingga masyarakat awampun sebenarnya sudah dapat menilai siapa sebenarnya mereka, mana yang pro kemaslahatan ummat dan mana yang pro kemaslahatan golongan.

Ibda’ binnafsihi

Kembali pada kesalahan menteri agama yang tidak mampu mendistribusikan catering pada jamaah haji Indonesia ketika di Arafah. Lepas hal tersebut apakah ada faktor kesengajaan ataupun tidak, harusnya kejadian itu dapat kita jadikan cermin atas semua perbuatan kita selama ini.

Petuah, wejangan, wanti-wanti bahkan warning sang kyai ketika calon jamaah haji belajar manasik haji ternyata belum seratus persen dilaksanakan.

Berulangkali sang kyai mengingatkan bahwa ketika kita melaksanakan ibadah haji haruslah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk sabar dan ikhlas, karena kunci predikat haji mabrur terletak pada seberapa kuat kita mengendalikan kedua kata tersebut.

Issue yang berkaitan dengan haji jangan sampai diarahkan ke ranah politik, mereka itu orang-orang suci yang ketika niatan berangkatnya saja harus semata mata karena Allah, maka ketika betul-betul menjadi tamu Allah, haruslah yakin dan haqqul yaqin bahwa segala peristiwa yang dihadapi ketika melaksanakan haji termasuk yang diributkan oleh politisi “kura” di negeri ini semata-mata atas ujian bagi orang-orang beriman yang sedang melaksanakan haji.

Jadi, jika luthfi assyaukanie ikut-ikutan “ memprovokasi” jamaah haji agar mengajukan gugatan kepada Menteri Agama dengan menggugat rasa ikhlas pada diri jamaah haji (Esai : Jawa Pos 19 Januari 2007) adalah sangat tidak linear. Seharusnya yang di “gugat” adalah seluruh panitia pelaksana, Presiden dan wakilnya, DPR, para pengamat dan orang-orang yang seakan-akan peduli dengan nasib para jamaah haji. Apakah mereka semua itu dalam memberikan kontribusi baik pemikiran, tenaga atau materi pada jamaah haji sudah ikhlas semata-mata karena Allah”?

Jangan-jangan mereka hanya cari sensasi, popularitas dan tendensi? Kalau ini yang terjadi, tarik dan suruh pulang saja Tolchah Hasan cs. Yang berniat bertemu menteri agama Arab Saudi yang akan menginvestigasi dan menginventarisir persoalan keterlambatan catering dan masalah lain yang menimpa jamaah haji Indonesia.

Karena hal itu hanya akan membuang tenaga dan uang rakyat, lebih bermanfaat berikan saja pada para korban bencana di negeri yang katanya makmur loh jinawi ini, toh mereka (Pemerintah Arab Saudi) juga “enggan” bertemu kita (JawaPos : 18 Januari 2007).

Muhasabah

Suka mencari-cari kesalahan, bersilat lidah, memutarbalikkan fakta, mengkambinghitamkan adalah salah satu indikator bahwa perangai, amal atau perbuatan kita di bawah ambang batas kata “Ikhlas”.

Jujurlah padaku...., sebuah penggalan lagu kelompok grup band yang sempat popular beberapa waktu lalu dapat kita jadikan intuisi untuk intropeksi diri, apakah kita dalam bertanduk dan berbuat selama ini sudah dalam koridor ikhlas ? Jujur saja belummm…!!, terbukti seringkali kita dininabobokkan oleh nyanyian merdu (wakil) Presiden dan DPR agar kita sabar dan ikhlas dalam menghadapi seluruh cobaan-cobaan yang terjadi, sementara mereka nuntut gaji dan fasilitas pribadi yang tinggi.

Moment tahun baru hijriyah 1428 H adalah awal tahun yang indah bila kita niatkan semua potensi diri baik berupa kepandaian, kekayaan, kekuasaan yang dikaruniakan Ilahi Robbi pada diri kita ini mampu kita syukuri dengan cara meningkatkan nilai ibadah kita, baik yang vertical maupun horizontal yang dibarengi keikhlasan jiwa, hati, ucapan dan perbuatan.

Jangan sampai kata “ Ikhlas” sering kita dengungkan, sementara hati sanubari kita semakin jauh dengan kata tersebut, sehingga anomali perbuatan dengan ucapan seringkali terjadi.

Ikhlas beramal” Sebuah jargon pada departemen agama jangan hanya jadikan jargon yang tanpa makna, namun sepatutnya kita implementasikan bersama untuk mengentas seluruh “petaka” yang terjadi di bumi pertiwi ini, seperti kata syaikh A. mustofa Bisri, “Dengan ikhlas dan rendah hati kita akan menjadi hamba yang dicintai”. Wallahu a’lam bis showwab.

AH. HAMDAH

AKTIFisLingk@arseribu, tinggal Di Jombang

ah_hamdah@plasa.com

Tidak ada komentar: